MAKALAH
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Dosen
Pengampu:
AKHMAD
MUNIF MUBAROK
Nama
kelompok 5:
Mohammad
Syaikhul Kamal 170210302030
Akhbar
Rikzan Kahfa Pratama 170210302044
Aida
Tety Trapsila 170210302046
Della
Eka Kelviani 170210302056
Bias
Baghaskara 170210302057
Heri
Kurniawan 170210401017
Ely
Bella Pratiwi 170810101059
Humaida
Salaeh 170810201284
UNIVERSITAS
JEMBER
2018
KATA
PENGANTAR
Segala puji
hanya milik Allah Swt. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah
SAW. Berkat limpahan rahmat-nya penulis mampu menyusun dan menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pancasila.
Dan harapan kami
semoga makalah ini dapat memenuhi pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jember, 13 April
2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1
LATAR BELAKANG........................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................
2
1.3 TUJUAN
PENULIS............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3-9
2.1 PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
2.2 PEMAHAMAN KONSEP DAN TEORI ETIKA
2.3 ESENSI DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI
SISTEM ETIKA
2.4 MENGGALI
SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, POLITIS TENTANG
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
2.5 DINAMIKA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN.........................................................................................................10
SARAN.....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................11
BAB I PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Sesuai dengan penggagas awal, Ir Soekarno, Pancasila diusulkan
sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sila-sila yang
terkandung dalam Pancasila terumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan serta untuk mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Para founding fathers menghendaki Pancasila dijadikan dasar
pengelolaan kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa dan bernegara untuk mewujudkan
masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Pancasila secara sistematik disampaikan pertama kali oleh Ir.
Soekarno di depan Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945. Oleh Bung Karno dinyatakan bahwa
Pancasila merupakan philosofische grondslag, suatu pundamen, filsafat, pikiran
yang sedalam-dalamnya, merupakan landasan atau dasar bagi negara merdeka yang
akan didirikan. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa Pancasila di samping
berfungsi sebagai landasan bagi kokoh-tegaknya negara-bangsa, juga berfungsi
sebagai bintang pemandu atau Leitstar, sebagai ideologi nasional, sebagai pandangan
hidup bangsa, sebagai perekat atau pemersatu bangsa dan sebagai wawasan pokok
bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita nasional.
Begitu penting kedudukan Pancasila bagi bangsa Indonesia dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga gagasan dasar yang
berisi konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila harus berisi
kebenaran yang tidak disangsikan. Dengan demikian rakyat rela untuk menerima,
meyakini dan menerapkan dalam kehidupan yang nyata; untuk selanjutnya dijaga kokoh
dan kuatnya gagasan dasar tersebut agar mampu mengantisipasi perkembangan
zaman.
Untuk menjaga, memelihara, memperkokoh dan mensosialisasikan Pancasila maka para penyelenggara negara dan seluruh warganegara wajib memahami, meyakini dan melaksanakan kebenaran nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk menjaga, memelihara, memperkokoh dan mensosialisasikan Pancasila maka para penyelenggara negara dan seluruh warganegara wajib memahami, meyakini dan melaksanakan kebenaran nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
II.
RUMUSAN MASALAH
a. Apa
maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika?
b. Bagaimana
pemahaman konsep dan teori etika?
c. Pentingnya
Pancasila sebai Sistem Etika itu apa?
III.
TUJUAN PENULIS
a. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah pancasila sebagai
pengganti UTS yang diberikan oleh dosen pembimbing.
b. Untuk
memahami lebih dalam tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
c. Untuk
memberikan informasi kepada pembaca mengenai Pancasila sebagai Sistem Etika
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pancasila sebagai Sistem Etika
Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai
banyak arti, antara lain tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk
jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Etika adalah ilmu tentang apa
yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan .
Kata yang cukup
dekat dengan etika adalah moral. Moral berasal dari kata latin mos yang berarti
kebiasaan, adat. Etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral karena
keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya saja bahasa
asalnya yang berbeda.
Dalam kamus besar bahasa
Indonesia kata etika dijelaskan dengan membedakan 3 arti yaitu :
a. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak)
b. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
c. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Kata etika bisa
dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. kemudian etika
juga berarti kumpulan asas atau kode etik.
Etika termasuk
filsafat dan dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua.
Sebagai filsafat, etika bukan merupakan suatu ilmu empiris, sedangkan
yang diaksud dengan ilmu adalah ilmu empiris yang artinya ilmu yang didasarkan
pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah melepaska diri dari fakta.
Ilmu-ilmu itu
bersifat empiris karena seluruhnya berlangsung dalam rangka empiri (pengalaman
inderawi), yaitu apa yang dilihat, didengar, dicium dan sebagainya. Ilmu
empiris berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika berhasil
merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan
berbalik kepada fakta-fakta.
Dalam etika
selalu berlaku cara berpikir non empiris artinya dengan tidak membatasi diri
pada pengalaman inderawi, yang konkret, pada yang faktual dilakukan, tapi ia
bertanya tentang yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan , tentang yang
baik dan buruk untuk dilakukan. Etika membatasi diri dengan segi normatif atau
evaluatif.
Setiap
masyarakat mengenal nilai-nilai dan norma-norma etis. Dalam masyarakat yang
homogen dan agak tertutup , masyarakat tradisional, nilai-nilai dan norma-norma
itu praktis tidak pernah dipersoalkan. Dalam keadaan tersebut secara otomatis
orang akan menerima nilai dan norma yang berlaku. Individu dalam masyarakat itu
tidak berpikir lebih jauh. Nilai dan norma masyarakat tradisional umumnya tinggal
implisit saja, setiap saat menjadi eksplisit bila ada perkembangan baru
terhadap norma yang berlaku di masyarakat tersebut.
Dalam
melakukan kehidupan bermasyarakat, seseorang harus mengetahui dan memahami
norma-norma dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan agar membentengi
seseorang tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang
lain. Dan hal tersebut, terdapat dalam pancasila yang mengandung sila-sila
tentang kesatuan dan keadilan. Karena, pancasila memgang peranan dan perwujudan
dalam sistem etika yang baik untuk semua warga negara. Kapanpun dan dimanapun
kita berada kita harus tetap beretika dalam bertingkah laku, karena jika
seseorang bertingkah laku baik maka orang lain akan menilai baik juga.
Sila-sila dalam pancasila mempunyai tujuan dan makna tersendiri tetapi sila
tersebut merupakan kesatuan yang sistematik.
2.2 Pemahaman Konsep dan Teori Etika
Ø Dari
asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu study tentang kebiasaan
manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda yang
menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Dan etika
mempunyai arti yang berbeda dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda
dari istilah itu.
Ø Bagi
ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.
Ø Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat.
Ø Menurut
Maryani Ludigdo (2001), etika adalah seperangkat nilai atau norma atau pedoman
yang mengatur perilaku manusia, baik yang haru dilakukan maupun ditinggalkan
yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi.
Dalam mengkaji masalah, etika
terdiri dari 2 teori :
a. Teori
Konsekuensialis
Kelompok teori
yang konsekuensialis yang menilai baik buruknya perilaku mausia atau benar
tidaknya sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau akibatnya. Yakni dilihat
dari apakah perbuatan atau tindakan itu secara keseluruhan membawa akibat baik
lebih banyak daripada akibat buruknya atau sebaliknya. Teori ini mendasarkan
diri atas suatu keyakinan bahwa hidup manusia secara kodrati mengarah pada
suatu tujuan. Yang termasuk kedalam kelompok konsekuensalis dan teleologis adalah
teoori egoisme, eudaimonisme, dan utilarisme. Sesuai dari kata konsekuen yaitu
etika tersebut sesuai dengan apa yang dikatakannya dan diperbuatnya.
b. Teori
Non Konsekuensialis
Teori ini
menilai baik buruknya perbuatan atau benar salahnya tindakan tanpa melihat
konsekuensi atau akibatnya, melainkan dengan hokum atau standar moral. Teori
ini juga disebut dengan etika deontologist karena menekankan konsep kewajiban
moral yang wajib ditaati manusia.
2.3 Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
1. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada
hal-hal sebagai berikut.
Pertama,hakikat sila ketuhanan
terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai penjamin
prinsip-prinsip moral. Artinya,setiap perilaku warga negara harus didasarkan
atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap prinsip moral
yang berlandaskan pada norma agama, maka prinsip tersebut memiliki kekuatan
(force) untuk dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya.
Kedua,hakikat sila kemanusiaan
terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia yang mengandung implikasi
dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini, yaitu tindakan
manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung implikasi moral diungkapkan
dengan cara dan
sikap yang adil dan beradabsehingga menjamin tata
pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai
kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan
Ketiga,hakikat sila persatuan
terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga bangsa yang
mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau kelompok. Sistem
etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas sosialakan
melahirkankekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah belah
bangsa.
Keempat,hakikat sila kerakyatan
terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat. Artinya,menghargai diri sendiri
sama halnya dengan menghargai orang lain.
5
Kelima, hakikat sila keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwudan dari sistem etika yang tidak
menekankan pada kewajiban semata (deontologis) atau menekankan pada tujuan
belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan (Virtue ethics) yang
terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.
2. Urgensi Pancasila sebagai
Sistem Etika
Hal-hal penting yang sangat urgen
bagi pengembangan pancasila sebagai sistem etika meliputi hal-hal sebagai
berikut. Pertama,meletakkan sila-sila pancasila sebagai sistem etika berarti
menempatkan pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap,
tindakan,dan keputusan yang diambil setiap warga negara. Kedua,pancasila
sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara sehingga
memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal, nasional,
regional, maupuninternasional. Ketiga,pancasila sebagai sistem etika dapat
menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara
negara sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa
pancasilais. Keempat,pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk
menyaring pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai
dampak globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara.
v Alasan DiperlukannyaPancasila Sebagai Sistem Etika
Anda perlu mengetahui bahwa
pancasila sebagai sistem etika tidaklah muncul begitu saja. Pancasila sebagai
sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem
penyelenggaraan negara. Anda dapatbayangkan apabila dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara tidak ada sistem etika yang menjadi guidanceatau tuntunan bagi para
penyelenggara negara, niscaya negara akan hancur. Beberapa alasan mengapa
pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan
bernegara di Indonesia,meliputi hal-hal sebagai berikut. Pertama,korupsi akan
bersimaharajalelakarena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu
normatif dalam menjalankan tugasnya.Para penyelenggara negara tidak
dapatmembedakan batasanyang boleh dantidak, pantas dantidak, baik dan buruk
(good and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas
kriteria baik (good)dan buruk (bad). Archie Bahmdalam Axiology of Science,
menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah. Namun,baik
dan burukitu eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk melakukan
perbuatan buruk selalu muncul. Ketika seseorang menjadi pejabat dan mempunyai
peluang untuk melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat
terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu,simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan
kebaikan, minimalkan keburukan” (Bahm, 1998: 58).
Kedua,dekadensi moral yang melanda
kehidupan masyarakat, terutama generasi mudasehingga membahayakan kelangsungan
hidup bernegara. Generasi muda yang tidak mendapat pendidikan karakter yang
memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat
globalisasisehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu
terjadi ketika pengaruh globalisasitidak sejalan
dengan nilai-nilai pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku
dominan. Contoh-contoh dekadensi moral,antara lainpenyalahgunaan narkoba,
kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa
kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar. Kesemuanya itu menunjukkan
lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena
itu,pancasila sebagai sistemetika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama
dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
6
2.4 Sumber Historis, Sosiologis, Politis
tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
1) Sumber
historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk
sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai
Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral
telah terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama
telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno
disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Pada zaman
Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui penataran
P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir Pancasila yang
dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan dari para peneliti
BP-7. Untuk memudahkan pemahaman tentang butir-butir sila Pancasila dapat
dilihat pada tabel berikut (Soeprapto, 1993: 53--55).
Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam
hirukpikuk perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik.
Salah satu bentuk pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh
penyelenggara negara di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan
kekuasaan atau kewenangan inilah yang menciptakan korupsi di berbagai kalangan
penyelenggara negara.
2) Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam
kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau
dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata
oleh mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi
Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.
3) Sumber
Politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma
dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan
perundangan-undangan di Indonesia. Pancasila sebagai sistem etika merupakan
norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan
merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.
7
Etika politik mengatur masalah perilaku politikus, berhubungan juga dengan
praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik,
ekonomi. Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi
politik itu sendiri. Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai
kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan
keadilan. Dimensi sarana memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem
dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan
yang mendasari institusi-institusi sosial. Dimensi aksi politik berkaitan
dengan pelaku pemegang peran sebagai pihak yang menentukan rasionalitas
politik. Rasionalitas politik terdiri atas rasionalitas tindakan dan keutamaan.
Tindakan politik dinamakan rasional bila pelaku mempunyai orientasi situasi dan
paham permasalahan (Haryatmoko, 2003: 25 – 28).
2.5 Dinamika
Pancasila Sebagai Sistem Etika
Beberapa argumen tentang dinamika
pancasila sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia
dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama,pada zaman Orde Lama,pemilu
diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak partai politik,
tetapidimenangkan empat partai politik, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI),
Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Nahdhatul Ulama (PNU), dan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di zaman Orde
Lama mengikuti sistem etika pancasila, bahkan ada tudingan dari pihak Orde Baru
bahwa pemilihan umum pada zaman Orde Lama dianggap terlalu liberalkarena
pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi terpimpin, yang cenderung
otoriter.
Kedua,pada zaman Orde Baru sistem
etika pancasila diletakkan dalam bentuk penataran P-4. Pada zaman Orde Baru itu
pula muncul konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan manusia yang
berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Manusia
Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde Baru,artinya manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara kodrati bersifat monodualistik, yaitu
makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki emosi yang memiliki
pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan tanggapan emosional dari
manusia lain dalam kebersamaan hidup. Manusia sebagai mahluk sosial,memiliki
tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera. Tuntutan tersebut hanya dapat
terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain, baik langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itulah,sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu dan
sosial harus dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang (Martodihardjo,
1993: 171).
Manusia Indonesia seutuhnya (adalah
makhluk mono-pluralis yang terdiri atassusunan kodrat: jiwa dan raga; Kedudukan
kodrat: makhluk Tuhan dan makhluk berdiri sendiri; sifat kodrat: makhluk sosial
dan mahluk individual. Keenam unsur manusia tersebut saling melengkapi satu
sama lain dan merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia Indonesia menjadi
pusat persoalan, pokok dan pelaku utama dalam budaya pancasila. (Notonagoro
dalamAsdi, 2003: 17-18).
8
Ketiga,sistem etika pancasila pada
era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi.Namun seiring dengan perjalanan
waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi sistem etika politik akan
menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta machiavelisme (menghalalkan
segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian Effendi, Rektor Universitas Gadjah
Mada dalam sambutan pembukaan Simposium Nasional Pengembangan Pancasila sebagai
Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Nasional (2006: xiv) mengatakan
sebagai berikut.“Bahwa moral bangsa semakin hari semakin merosot dan semakin
hanyut dalam arus konsumerisme, hedonisme, eksklusivisme, dan ketamakan karena
bangsa Indonesia tidak mengembangkan
KESIMPULAN
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata
Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, antara lain tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap, cara berpikir.
Pancasila sebagai sistem etika
terkait dengan pemahaman atas kriteria baik (good)dan buruk (bad). Archie
Bahmdalam Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua
hal yang terpisah. Namun,baik dan burukitu eksis dalam kehidupan manusia,
maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika
seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk
(korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena
itu,simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan, minimalkan keburukan” (Bahm,
1998: 58).
Dari materi di
atas dapat disimpulkan, . Etika adalah ilmu tentang apa yang bisa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan . Sehingga jika
seseorang ingin memiliki etika yang baik harus dibiasakan untuk selalu
melakukan kebiasaan yang baik sebab etika dapat terbentuk melalui kebiasaan
yang sering dilakukan seseorang. Jadi, jika seseorang selalu melakukan
kebiasaan yang baik maka akan ragu untuk melakukan kegitan yang dapat merugikan
diri sendiri maupun orang lain. Dan pancasila sendiri merupakan pemegang
peranan dan perwujudan dalam sistem etika yang baik untuk semua warga negara.
SARAN
Penulis hanya lah seorang warga
atau rakyat biasa. Saran yang diberikan pun hanya berupa saran sederhana sesuai
pola pikir rakyat kecil. Di antara saran penulis antara lain:
1. Hendaknya
setiap warga negara lebih memahami makna yang terkandung di dalam Pancasila.
2 Pancasila
harus senantiasa diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa danbernegara di
Indonesia sehingga ciri kekeluargaan dan gotong royong senantiasa dapat terwujud
dalam kehidupan di Indonesia.
10
DAFTAR
PUSTAKA
Sekneg RI., Risalah
Sidang BPUPKI – PPKI, 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945..