Monday, July 16, 2018

01.PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA indonesia|by heri kurniawan


MAKALAH PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA


Dosen Pengampu:
AKHMAD MUNIF MUBAROK

Nama kelompok 5:
       Mohammad Syaikhul Kamal        170210302030
        Akhbar Rikzan Kahfa Pratama         170210302044
        Aida Tety Trapsila                            170210302046
Della Eka Kelviani                  170210302056
Bias Baghaskara                     170210302057
Heri Kurniawan                       170210401017
Ely Bella Pratiwi                     170810101059
Humaida Salaeh                      170810201284 

UNIVERSITAS JEMBER
2018



KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Swt. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan rahmat-nya penulis mampu menyusun dan menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pancasila.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat memenuhi pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.









Jember, 13 April 2018



Penulis







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
            1.1       LATAR BELAKANG........................................................................1
            1.2       RUMUSAN MASALAH................................................................... 2
            1.3       TUJUAN PENULIS............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3-9
            2.1       PANCASILA SEBAGAI SISTEM  ETIKA
            2.2       PEMAHAMAN KONSEP DAN TEORI  ETIKA
            2.3       ESENSI DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI SISTEM  ETIKA
            2.4       MENGGALI SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, POLITIS TENTANG    PANCASILA SEBAGAI SISTEM  ETIKA
            2.5       DINAMIKA PANCASILA SEBAGAI SISTEM  ETIKA
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN.........................................................................................................10
SARAN.....................................................................................................................10
DAFTAR  PUSTAKA..............................................................................................11 



BAB I PENDAHULUAN

I.                        LATAR BELAKANG

Sesuai dengan penggagas awal, Ir Soekarno, Pancasila diusulkan sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sila-sila yang terkandung dalam Pancasila terumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta untuk mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Para founding fathers menghendaki Pancasila dijadikan dasar pengelolaan kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Pancasila secara sistematik disampaikan pertama kali oleh Ir. Soekarno di depan Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945. Oleh Bung Karno dinyatakan bahwa Pancasila merupakan philosofische grondslag, suatu pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, merupakan landasan atau dasar bagi negara merdeka yang akan didirikan. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa Pancasila di samping berfungsi sebagai landasan bagi kokoh-tegaknya negara-bangsa, juga berfungsi sebagai bintang pemandu atau Leitstar, sebagai ideologi nasional, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai perekat atau pemersatu bangsa dan sebagai wawasan pokok bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita nasional.

Begitu penting kedudukan Pancasila bagi bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga gagasan dasar yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila harus berisi kebenaran yang tidak disangsikan. Dengan demikian rakyat rela untuk menerima, meyakini dan menerapkan dalam kehidupan yang nyata; untuk selanjutnya dijaga kokoh dan kuatnya gagasan dasar tersebut agar mampu mengantisipasi perkembangan zaman.
Untuk menjaga, memelihara, memperkokoh dan mensosialisasikan Pancasila maka para penyelenggara negara dan seluruh warganegara wajib memahami, meyakini dan melaksanakan kebenaran nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

II.                        RUMUSAN MASALAH
a.       Apa maksud dari Pancasila sebagai Sistem Etika?
b.      Bagaimana pemahaman konsep dan teori etika?
c.       Pentingnya Pancasila sebai Sistem Etika itu apa?

III.                        TUJUAN PENULIS
a.       Untuk memenuhi tugas mata kuliah pancasila sebagai  pengganti UTS yang diberikan oleh dosen pembimbing.
b.      Untuk memahami lebih dalam tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
c.       Untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai Pancasila sebagai Sistem Etika


BAB II PEMBAHASAN


2.1       Pancasila sebagai Sistem Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, antara lain tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Etika adalah ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan .
Kata yang cukup dekat dengan etika adalah moral. Moral berasal dari kata latin mos yang berarti kebiasaan, adat. Etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya saja bahasa asalnya yang berbeda.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata etika dijelaskan dengan membedakan 3 arti yaitu :
       a. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
       b. kumpulan asas  atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
       c. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. kemudian etika juga berarti kumpulan asas atau kode etik.
Etika termasuk filsafat dan dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Sebagai filsafat, etika bukan  merupakan suatu ilmu empiris, sedangkan yang diaksud dengan ilmu adalah ilmu empiris yang artinya ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah melepaska diri dari fakta.
Ilmu-ilmu itu bersifat empiris karena seluruhnya berlangsung dalam rangka empiri (pengalaman inderawi), yaitu apa yang dilihat, didengar, dicium dan sebagainya. Ilmu empiris berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika berhasil merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan berbalik kepada fakta-fakta.
Dalam etika selalu berlaku cara berpikir non empiris artinya dengan tidak membatasi diri pada pengalaman inderawi, yang konkret, pada yang faktual dilakukan, tapi ia bertanya tentang yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan , tentang yang baik dan buruk untuk dilakukan. Etika membatasi diri dengan segi normatif atau evaluatif.
Setiap masyarakat mengenal nilai-nilai dan norma-norma etis. Dalam masyarakat yang homogen dan agak tertutup , masyarakat tradisional, nilai-nilai dan norma-norma itu praktis tidak pernah dipersoalkan. Dalam keadaan tersebut secara otomatis orang akan menerima nilai dan norma yang berlaku. Individu dalam masyarakat itu tidak berpikir lebih jauh. Nilai dan norma masyarakat tradisional umumnya tinggal implisit saja, setiap saat menjadi eksplisit bila ada perkembangan baru terhadap norma yang berlaku di masyarakat tersebut.
            Dalam melakukan kehidupan bermasyarakat, seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan agar membentengi seseorang tidak melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dan hal tersebut, terdapat dalam pancasila yang mengandung sila-sila tentang kesatuan dan keadilan. Karena, pancasila memgang peranan dan perwujudan dalam sistem etika yang baik untuk semua warga negara. Kapanpun dan dimanapun kita berada kita harus tetap beretika dalam bertingkah laku, karena jika seseorang bertingkah laku baik maka orang lain akan menilai baik juga. Sila-sila dalam pancasila mempunyai tujuan dan makna tersendiri tetapi sila tersebut merupakan kesatuan yang sistematik.
2.2       Pemahaman Konsep dan Teori Etika
Ø  Dari asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu study tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Dan etika mempunyai arti yang berbeda dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu.
Ø  Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.
Ø  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Ø  Menurut Maryani Ludigdo (2001), etika adalah seperangkat nilai atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang haru dilakukan maupun ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi.
Dalam mengkaji masalah, etika terdiri dari 2 teori :
a.       Teori Konsekuensialis
Kelompok teori yang konsekuensialis yang menilai baik buruknya perilaku mausia atau benar tidaknya sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau akibatnya. Yakni dilihat dari apakah perbuatan atau tindakan itu secara keseluruhan membawa akibat baik lebih banyak daripada akibat buruknya atau sebaliknya. Teori ini mendasarkan diri atas suatu keyakinan bahwa hidup manusia secara kodrati mengarah pada suatu tujuan. Yang termasuk kedalam kelompok konsekuensalis dan teleologis adalah teoori egoisme, eudaimonisme, dan utilarisme. Sesuai dari kata konsekuen yaitu etika tersebut sesuai dengan apa yang dikatakannya dan diperbuatnya.
b.      Teori Non Konsekuensialis
Teori ini menilai baik buruknya perbuatan atau benar salahnya tindakan tanpa melihat konsekuensi atau akibatnya, melainkan dengan hokum atau standar moral. Teori ini juga disebut dengan etika deontologist karena menekankan konsep kewajiban moral yang wajib ditaati manusia.

2.3       Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika
1.  Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika

Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut.
Pertama,hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya,setiap perilaku warga negara harus didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap prinsip moral yang berlandaskan pada norma agama, maka prinsip tersebut memiliki kekuatan (force) untuk dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya.
Kedua,hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini, yaitu tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung implikasi moral diungkapkan dengan cara dan
sikap yang adil dan beradabsehingga menjamin tata pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan
Ketiga,hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau kelompok. Sistem etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas sosialakan melahirkankekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah belah bangsa.
Keempat,hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat. Artinya,menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.

5
Kelima, hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata (deontologis) atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan (Virtue ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.

2. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan pancasila sebagai sistem etika meliputi hal-hal sebagai berikut. Pertama,meletakkan sila-sila pancasila sebagai sistem etika berarti menempatkan pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan,dan keputusan yang diambil setiap warga negara. Kedua,pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal, nasional, regional, maupuninternasional. Ketiga,pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa pancasilais. Keempat,pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara.

v  Alasan DiperlukannyaPancasila Sebagai Sistem Etika
Anda perlu mengetahui bahwa pancasila sebagai sistem etika tidaklah muncul begitu saja. Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem penyelenggaraan negara. Anda dapatbayangkan apabila dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara tidak ada sistem etika yang menjadi guidanceatau tuntunan bagi para penyelenggara negara, niscaya negara akan hancur. Beberapa alasan mengapa pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia,meliputi hal-hal sebagai berikut. Pertama,korupsi akan bersimaharajalelakarena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya.Para penyelenggara negara tidak dapatmembedakan batasanyang boleh dantidak, pantas dantidak, baik dan buruk (good and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik (good)dan buruk (bad). Archie Bahmdalam Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah. Namun,baik dan burukitu eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu,simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan, minimalkan keburukan” (Bahm, 1998: 58). 
Kedua,dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi mudasehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasisehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu
terjadi ketika pengaruh globalisasitidak sejalan dengan nilai-nilai pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan. Contoh-contoh dekadensi moral,antara lainpenyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar. Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu,pancasila sebagai sistemetika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.

6
2.4       Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
1)      Sumber historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir Pancasila yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan dari para peneliti BP-7. Untuk memudahkan pemahaman tentang butir-butir sila Pancasila dapat dilihat pada tabel berikut (Soeprapto, 1993: 53--55).
Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hirukpikuk perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik. Salah satu bentuk pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara negara di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan inilah yang menciptakan korupsi di berbagai kalangan penyelenggara negara.
2)      Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.
3)      Sumber Politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.
7
Etika politik mengatur masalah perilaku politikus, berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi. Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri. Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan. Dimensi sarana memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang mendasari institusi-institusi sosial. Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai pihak yang menentukan rasionalitas politik. Rasionalitas politik terdiri atas rasionalitas tindakan dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasional bila pelaku mempunyai orientasi situasi dan paham permasalahan (Haryatmoko, 2003: 25 – 28).

2.5 Dinamika Pancasila Sebagai Sistem Etika
Beberapa argumen tentang dinamika pancasila sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama,pada zaman Orde Lama,pemilu diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak partai politik, tetapidimenangkan empat partai politik, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Nahdhatul Ulama (PNU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di zaman Orde Lama mengikuti sistem etika pancasila, bahkan ada tudingan dari pihak Orde Baru bahwa pemilihan umum pada zaman Orde Lama dianggap terlalu liberalkarena pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi terpimpin, yang cenderung otoriter.
Kedua,pada zaman Orde Baru sistem etika pancasila diletakkan dalam bentuk penataran P-4. Pada zaman Orde Baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan manusia yang berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde Baru,artinya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara kodrati bersifat monodualistik, yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki emosi yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan tanggapan emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup. Manusia sebagai mahluk sosial,memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera. Tuntutan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah,sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu dan sosial harus dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang (Martodihardjo, 1993: 171).
Manusia Indonesia seutuhnya (adalah makhluk mono-pluralis yang terdiri atassusunan kodrat: jiwa dan raga; Kedudukan kodrat: makhluk Tuhan dan makhluk berdiri sendiri; sifat kodrat: makhluk sosial dan mahluk individual. Keenam unsur manusia tersebut saling melengkapi satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia Indonesia menjadi pusat persoalan, pokok dan pelaku utama dalam budaya pancasila. (Notonagoro dalamAsdi, 2003: 17-18).
8
Ketiga,sistem etika pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi.Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi sistem etika politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta machiavelisme (menghalalkan segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian Effendi, Rektor Universitas Gadjah Mada dalam sambutan pembukaan Simposium Nasional Pengembangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Nasional (2006: xiv) mengatakan sebagai berikut.“Bahwa moral bangsa semakin hari semakin merosot dan semakin hanyut dalam arus konsumerisme, hedonisme, eksklusivisme, dan ketamakan karena bangsa Indonesia tidak mengembangkan
 BAB III PENUTUP

KESIMPULAN
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, antara lain tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik (good)dan buruk (bad). Archie Bahmdalam Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah. Namun,baik dan burukitu eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu,simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan, minimalkan keburukan” (Bahm, 1998: 58). 

Dari materi di atas dapat disimpulkan, . Etika adalah ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan . Sehingga jika seseorang ingin memiliki etika yang baik harus dibiasakan untuk selalu melakukan kebiasaan yang baik sebab etika dapat terbentuk melalui kebiasaan yang sering dilakukan seseorang. Jadi, jika seseorang selalu melakukan kebiasaan yang baik maka akan ragu untuk melakukan kegitan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dan pancasila sendiri merupakan pemegang peranan dan perwujudan dalam sistem etika yang baik untuk semua warga negara.

SARAN
Penulis hanya lah seorang warga atau rakyat biasa. Saran yang diberikan pun hanya berupa saran sederhana sesuai pola pikir rakyat kecil. Di antara saran penulis antara lain:
1.      Hendaknya setiap warga negara lebih memahami makna yang terkandung di dalam Pancasila.
2    Pancasila harus senantiasa diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa danbernegara di Indonesia sehingga ciri kekeluargaan dan gotong royong senantiasa dapat terwujud dalam kehidupan di Indonesia.



10

DAFTAR PUSTAKA

Sekneg RI., Risalah Sidang BPUPKI – PPKI, 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945..

1 comment:

  1. Casinos & Gaming Jobs - DRMCD
    Casinos 김천 출장샵 & Gaming jobs available on DRMCD, including Hospitality Gaming & Entertainment 김포 출장안마 Casinos & Gaming. Online 포천 출장마사지 Casino. 남원 출장안마 Online 속초 출장안마 Gaming.

    ReplyDelete

01.PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA indonesia|by heri kurniawan

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Dosen Pengampu: AKHMAD MUNIF MUBAROK Nama kelompok 5:        Mohammad Syaikhul Kamal ...